Ancaman BPA Nyata, Industri Wajib Patuhi Aturan 'Pelabelan BPA' BPOM

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Paparan senyawa kimia Bisfenol A (BPA) yang bersumber bahan kemasan pangan, semisal pada botol dan peralatan makan bayi, galon air minum dan makanan kaleng, menghadirkan risiko kesehatan yang tak terbantahkan pada kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, semua pihak, utamanya pelaku usaha, perlu mendukung pelaksanaan regulasi pelabelan BPA yang saat ini telah khusus diberlakukan pada galon isi ulang berbahan plastik polikarbonat, jenis plastik keras pada umumnya galon air minum bermerek.

"Saya kira polemik seputar risiko BPA dan pelabelannya tak perlu lagi diteruskan. Ini karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terobosan berupa pencantuman label peringatan risiko BPA pada kemasan pangan," kata pendiri lembaga riset dan promosi kesehatan di Jakarta, MedicarePro Asia dr Dien Kurtanty, dalam keterangan tertulis, Senin (9/9/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut disampaikan dr Dien dalam acara seminar 'BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sehat' di Jakarta Selatan, Rabu (5/9).

Pada 5 April 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengesahkan peraturan yang mewajibkan produsen air minum yang menggunakan kemasan polikarbonat, jenis plastik keras dengan kode daur ulang '7', menerakan label peringatan berbunyi: 'Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan'.

Kerap digunakan sebagai bahan baku produksi plastik polikarbonat dan zat kimia resin epoksi, BPA dapat berpindah (bermigrasi) dari kemasan ke produk pangan dan terkonsumsi oleh masyarakat.

Menurut dr Dien, poin penting dari pelabelan tersebut adalah pemerintah menaruh perhatian serius pada perlindungan konsumen.

"Uji toksikologi di berbagai negara menunjukkan BPA membawa risiko tersendiri terhadap perkembangan dan kesehatan tubuh, bisa memicu berbagai penyakit jika terpapar secara akumulatif selama bertahun-tahun sehingga para pelaku usaha, kalangan ahli dan peneliti diharapkan untuk memberikan informasi yang jujur dan transparan kepada konsumen terkait risiko BPA," kata dr Dien.

Dalam seminar yang sama, Ketua Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Bali, dr Oka Negara, menilai regulasi BPOM tentang pelabelan BPA sebagai langkah terobosan dalam perlindungan kesehatan masyarakat.

"Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas atas produk yang dijual di pasaran, utamanya pada yang telah mengantongi izin edar BPOM. Dengan adanya pelabelan, konsumen bisa mengenal dan mewaspadai risiko paparan BPA pada kesehatan," kata dr Oka.

Paparan BPA, menurut dr Oka, bisa memicu gangguan keseimbangan hormon dalam tubuh, terutama berkaitan dengan kesehatan reproduksi termasuk risiko pubertas dini dan gangguan menstruasi pada perempuan.

"BPA itu risikonya akumulatif, tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi jika terpapar/migrasi di tubuh secara terus menerus. Oleh karena itu, jika ingin menuju negara sehat, maka kemasan pangan yang bebas BPA (BPA Free) harus menjadi prioritas," tandas dr. Oka.

Ancaman BPA Nyata, Industri Wajib Patuhi Aturan 'Pelabelan BPA' BPOMFoto: Dok. Istimewa

Dalam kesempatan yang sama, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM Yeni Restiani, menjelaskan kebijakan pelabelan BPA saat ini hanya khusus berlaku pada galon isi ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.

"Sejak 5 April 2024, semua Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang beredar di Indonesia wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2024," katanya merujuk pada regulasi Label Pangan Olahan.

Dia menegaskan pemerintah mendorong produsen air minum bermerek untuk ikut berkontribusi dalam mencerdaskan konsumen dengan menyediakan informasi yang valid terkait risiko BPA.

Simak Video: BPOM Kini Wajibkan Pelabelan BPA di Air Kemasan Galon

[Gambas:Video 20detik]

(akd/ega)

Read Entire Article