NASA Kembangkan Robot yang Bisa Prediksi Kapan Es Antartika Mencair

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

NASA sedang mengembangkan sebuah robot yang mampu pergi ke tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau manusia. Robot ini bertugas menganalisis seberapa cepat lapisan es di Antartika mencair.

Diberitakan CNN, Minggu (8/9/2024) pada bulan Maret lalu, para ilmuwan dari Laboratorium Propulsi Jet NASA menurunkan robot silinder ke dalam perairan es Laut Beaufort di utara Alaska untuk mengumpulkan data pada kedalaman 100 kaki. Itu adalah langkah pertama dalam proyek 'IceNode'.

Armada robot-robot ini akan menempel pada es dan menangkap data dalam jangka waktu yang lama di salah satu tempat yang paling sulit diakses di Bumi. Proyek ini didasari untuk lebih memahami Antartika, benua terpencil dan terisolasi ini, namun apa yang terjadi di sini memiliki implikasi global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah penelitian terkini menunjukkan bahwa es Antartika mungkin mencair dengan cara-cara baru yang mengkhawatirkan. Jika lapisan es Antartika mencair seluruhnya, hal itu akan menyebabkan kenaikan permukaan laut global sekitar 200 kaki yang berarti bencana total bagi masyarakat pesisir.

Para ilmuwan sangat ingin memahami apa yang terjadi pada lapisan es Antartika. Mereka sadar bongkahan es besar yang mengapung yang menjorok ke laut itu merupakan pertahanan penting terhadap kenaikan permukaan laut. Yang juga bertindak sebagai 'gabus' untuk menahan gletser di daratan.

Garis dasar, sebuah titik di mana gletser naik dari dasar laut dan menjadi lapisan es adalah tempat pencairan paling cepat mungkin terjadi. Karena air laut yang hangat menggerogoti es dari bawah. Namun, melihat garis dasar secara mendetail di lanskap Antartika yang berbahaya sangatlah sulit.

"Kami telah merenungkan cara mengatasi tantangan teknologi dan logistik ini selama bertahun-tahun, dan kami pikir kami telah menemukan caranya," kata Ian Fenty, seorang ilmuwan iklim di JPL dan pimpinan sains IceNode.

NASA berencana untuk melepaskan sekitar 10 robot IceNode, masing-masing sekitar 8 kaki panjangnya dengan diameternya 10 inci, ke dalam air dari lubang bor di es atau kapal di lepas pantai. Mereka tidak memiliki propulsi tetapi akan mengikuti arus laut, yang diarahkan oleh perangkat lunak khusus, ke tujuan Antartika. Setelah sampai di titiknya, robot akan mengaktifkan 'roda pendaratan' yaitu tiga kaki yang menjulur keluar dan menempel pada es.

Setelah terpasang, sensor mereka akan memantau seberapa cepat air laut yang lebih hangat dan asin mencairkan es, serta seberapa cepat air lelehan dingin tenggelam. Armada tersebut dapat beroperasi hingga satu tahun, mengumpulkan data lintas musim.

Setelah selesai memantau dan mengumpulkan data, robot akan melepaskan diri dari es, melayang ke permukaan laut dan mengirimkan data melalui satelit. Data ini kemudian dapat dimasukkan ke dalam model komputer untuk meningkatkan akurasi proyeksi kenaikan muka air laut.

"Robot-robot ini merupakan platform untuk membawa instrumen sains ke lokasi yang paling sulit dijangkau di Bumi," kata Paul Glick, insinyur mekanik robotika JPL dan peneliti utama IceNode.

Saat ini NASA belum mengumumkan kapan robot-robot ini akan diturunkan. Namun mereka saat ini berfokus pada pengembangan kemampuan teknis robot dan ada lebih banyak pengujian yang direncanakan

Traveler harus tahu nih, penggunaan robot untuk melihat ke bawah es Antartika sudah pernah dilakukan sebelumnya. Sebuah proyek penelitian baru-baru ini menggunakan robot mirip torpedo yang disebut Icefin, kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh yang merekam informasi tentang panas, kadar garam, dan arus laut.

Namun, jika Icefin menyertakan sistem propulsi dan tetap terpasang pada tali, berbeda dengan IceNode akan sepenuhnya otonom.

Begitu juga dengan Icefin dapat merilis data secara real time, penerapannya dibatasi oleh seberapa lama lubang bor dapat tetap terbuka sebelum membeku, biasanya dalam hitungan hari. IceNodes akan dapat mengumpulkan data dalam jangka waktu yang lebih lama tetapi tidak akan mengirimkannya sampai misinya selesai.

"Kedua sistem saling melengkapi," kata Rob Larter, seorang ahli geofisika kelautan di British Antarctic Survey, yang merupakan bagian dari proyek penelitian yang menggunakan Icefin.


(sym/sym)

Read Entire Article