Pamit ke Komisi X DPR, Mendikbud Nadiem Makarim Bacakan Puisi

1 week ago 3
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Mendikbudristek Nadiem Makarim membawa suasana beda dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR pada hari ini. Nadiem pamit pada rapat terakhir bersama Komisi X DPR dengan membacakan puisi.

Rapat itu digelar di ruang rapat Komisi X gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2024). Dalam penyampaian pihak pemerintah, Nadiem menyinggung kementeriannya telah menghadapi berbagai tantangan hingga kritikan tajam.

"Walaupun banyak sekali tantangan perdebatan, tantangan kritik, yang kadang-kadang tajam yang dilontarkan ke kami dan tim kami. Terus terang kritik dan semua masukan itu membuat kita sebagai tim manajemen di Kemdikbudristek lebih baik dan setiap hari tertantang untuk menjadi lebih baik untuk melayani para konstituen kita di bidang pendidikan," ujar Nadiem.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, menurut Nadiem, berbagai kritik tersebut memantik pihaknya untuk terus bekerja lebih baik. Pada 20 Oktober 2024 nanti, pemerintahan dan jajaran menteri baru akan dilantik.

"Dan Komisi X dengan semua kritikannya tetap menjadi mitra yang selalu berjuang bersama. Itu yang saya sadari, bahwa misinya itu sama, hatinya ada di tempat yang sama dan itu yang membuka mungkin harapannya menjadi contoh ya dari kemitraan antara komisi dan kementerian karena kemitraan itu kita bisa mencapai hal-hal yang mungkin 5 tahun yang lalu tidak mungkin kita pikirkan," lanjutnya.

Pada penghujung rapat, Nadiem kemudian membacakan puisi mengenai perjalanan menjabat Mendikbudristek pada periode 2019-2024.

"Mungkin untuk menutup, karena dari tadi udah banyak yang memberikan pantun, mungkin saya kasih sedikit lagi bukan pantun, tapi mungkin puisi kalau boleh. Biar agak beda sedikit," kata Nadiem.

Berikut ini puisi yang dibawakan Nadiem:

Zaman dulu murid merasa berat bangun di pagi hari,
Memakai seragam sekolah terasa tegang di hati,
Karena anak itu tahu sesaat lagi dia akan masuk ruang kelas yang menakuti,

Zaman dulu setiap kesalahan dikenai hukuman,
Setiap pertanyaan dipermalukan,
Relevansi dari ajaran semakin membingungkan,
Dari hari ke hari ia semakin ketinggalan,

Bukan hanya anak lho yang ketakutan,
Ibu guru pun tak bisa nafas mengejar pembelajaran,
Materi ajar serasa kereta tanpa batas kecepatan,
Beban birokrasi membuat guru seperti tahanan,

Tetapi di dalam hati setiap anak ada mimpi yang tersembunyi,
Keinginan untuk belajar tanpa dihakimi,
Kepercayaan kuat bahwa dia punya kompetensi,
Keinginan untuk dilihat sebagai manusia mandiri,

Dan setiap guru punya firasat di dalam hati,
Bahwa mungkin metode kuno sudah tidak relevan lagi,
Bahwa pembelajar sepanjang hayat tidak mungkin bisa diproduksi dengan kekakuan, penghafalan, dan standarisasi,
Baik anak maupun guru harus diberikan ruang untuk berkreasi, berinovasi, bahkan untuk berjuang,
Ruang kelas menjadi panggung dan juga peluang untuk menemukan jati diri setiap orang,

Pada hari ini kita semua bergabung untuk melihat apa yang terjadi kalau murid dan guru diberikan panggung,
Untuk membuktikan bahwa kreativitas dan kolaborasi sama pentingnya dengan berhitung,
Karena inilah resep yang membuat mimpi setiap anak melambung,

Bapak dan Ibu proses transformasi membutuhkan sabar,
Hampir 5 tahun kami sibuk menanam akar,
Baru sekarang bunga perubahan terlihat mekar,
Di tangan Anda semua saya titipkan Merdeka Belajar.

(fca/rfs)

Read Entire Article