Saksi Ungkap Aliran Rp 1 M ke BPK Terkait Korupsi Jalur KA Besitang-Langsa

1 week ago 5
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Jaksa menghadirkan Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat, sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa yang menghubungkan Sumatera Utara dengan Aceh. Hikmat mengaku diminta memberikan commitment fee untuk pemeriksaan BPK senilai 1,5 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 1 miliar.

Hikmat bersaksi untuk terdakwa Nur Setiawan Sidik selaku mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama. Dia mengaku harus memberikan commitment fee sebesar 8-10 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), usai memenangkan lelang proyek jalur KA tersebu

"Kalau terkait dengan commitment fee Pak? Apakah ada commitment fee untuk KPA maupun PPK?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Commitment fee ada Pak untuk PPK 8 persen sampai hampir 10 (persen)," jawab Hikmat.

"Berarti 8 persen sudah KPA sama PPK ya Pak ya?" tanya jaksa.

"Betul," jawab Hikmat.

Jaksa mendalami rincian pembagian commitment fee untuk PPK dan KPA tersebut. Namun, Hikmat mengaku tak tahu.

"Kalau untuk pembagiannya Saudara mengetahui? Dari 8 persen itu untuk porsinya PPK berapa untuk KPA berapa?" tanya jaksa.

"Saya tidak mengetahui itu untuk pembagian," jawab Hikmat.

Jaksa lantas menanyakan terkait permintaan 1,5 persen untuk pemeriksaan BPK. Hikmat mengatakan permintaan itu sudah termasuk dalam commitment fee 8 persen untuk PPK dan KPA.

"Apakah Saudara pada waktu itu juga diminta untuk, diminta oleh PPK untuk biaya pemeriksaan dari BPK Pak?" tanya jaksa.

"Waktu itu diminta Yang Mulia," jawab Hikmat.

"Diminta berapa waktu itu Pak?" tanya jaksa.

"Jadi gini Yang Mulia, tadi 8 sampai 10 itu, itu sudah termasuk 1,5 persen untuk pemeriksaan," jawab Hikmat.

"Jadi 8-10 persen, 1,5 persennya untuk pemeriksaan?" tanya jaksa.

"Kurang lebihnya segitu Pak," jawab Hikmat.

Hikmat mengatakan 1,5 persen untuk pemeriksaan BPK diambil dari nilai kontrak pengerjaan proyek. Dia membenarkan rincian yang disampaikan jaksa yakni sebesar Rp 1.000.046.000 (Rp 1 miliar).

"Untuk jumlah sendiri, jumlahnya sendiri untuk biaya pemeriksaan itu apakah Saudara mengetahui?" tanya jaksa.

"Lupa Yang Mulia," jawab Hikmat.

"Di dalam BAP Saudara, Saudara menyebutkan Rp 1.000.046.000?" tanya jaksa.

"Iya, itu mungkin Yang Mulia," jawab Hikmat.

"Betul itu?" tanya jaksa.

"Dari nilai kontrak," jawab Hikmat.

Sebelumnya, jaksa mengungkap aliran uang ke BPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa yang menghubungkan Sumatera Utara dengan Aceh. Jaksa menyebut ada aliran 1,5 persen ke BPK dari nilai kontrak pekerjaan proyek tersebut.

"Pemberian uang dari Sulmiyadi (PT Agung-Tuwe, JO selaku pelaksana BSL-18) kepada Halim Hartono melalui Andri Fitra sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10% dari nilai kontrak untuk Halim Hartono, sebesar 1,5 % untuk Pokja, dan sebesar 1,5% untuk BPK dengan total sebesar Rp 10.250.000.000," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7).

Jaksa tak menjelaskan detail uang yang sudah diberikan ke BPK. Jaksa juga tak menjelaskan apa tujuan pemberian uang itu.

Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa ini merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun. Ada tujuh terdakwa yang diadili dalam berkas terpisah.

Nur Setiawan Sidik dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(mib/ygs)

Read Entire Article